9/24/2006

Maka Lahirlah Bani ke Dunia Fana Ini

-cerita kelahiran. nyolong dari blog ayah-

Sabtu [23/09] pukul 08 pagi. Puasa Ramadhan 1427 H tinggal sehari lagi. Kami sedang baca koran dan minum kopi.

Istriku masuk kamar mandi. Aku masih duduk di ruang tamu sambil baca koran. Istriku berseru, “Yah, kok vaginaku keluar darah ya?”.

“Bani mau lahir kali,” jawabku. Hanya bercanda.

Aku masuk kamar mandi juga. Ada darah mengental di dudukan toilet. Dari vagina istri keluar air. Kami hanya menduga itu air ketuban. Tapi tidak terlalu yakin. Kami kembali ke kamar tamu. Duduk. Lalu telepon salah satu teman yang sudah dua kali melahirkan. Dia menyarankan kami periksa ke dokter. “Jangan-jangan itu benar air ketuban,” katanya.

Air itu, yang istriku dan aku juga belum yakin air ketuban, terus keluar. Kami sepakat segera ke rumah sakit Puri Bunda, yang tak jauh dari rumah dan sudah dirujuk dokter. Tanpa mandi, kami berangkat

Kami masuk ruang unit gawat darurat (UGD). Istriku berbaring setelah bajunya diganti perawat. Tak lama kemudian dokter, tempat kami biasa memeriksa kandungan, datang. Dia memeriksa air itu. “Benar. Ini air ketuban. Sekarang ibu harus menunggu sampai jam dua. Kalau air ketubannya masih keluar terus, berarti ibu harus melahirkan hari ini. Tapi kalau berhenti ya belum tentu,” katanya.

Kami menunggu. Istri berbaring, aku duduk di sebelahnya. Aku sempat pulang ke rumah sekitar 30 menit untuk bersih-bersih rumah. Ketika balik ke rumah sakit, ternyata istri sudah pindah ke ruang bersalin. Di kanan kiri kami terdengar ibu-ibu mengerang kesakitan karena melahirkan. Ada yang udah dua hari berusaha tapi anaknya tak keluar juga. Ada yang baru 30 menit bayinya sudah lahir.

Kami menunggu. Waktu berjalan sangat lambat. Kami masih dalam pertanyaan besar apa memang bayi kami akan lahir Sabtu siang itu.

Sekitar pukul 12, seorang perawat ngasi tahu kalau bayi harus dilahirkan hari itu lewat operasi. Kami tidak punya pilihan. Makin cepat melahirkan makin baik. Namun kami masih harus menunggu. Sebab, operasi baru akan dilakukan pukul 2 siang.

Kami menunggu. Waktu berjalan sangat lambat.

Pukul 13.30 perawat datang mengajak istri ke ruang operasi. Aku ga boleh ikut. Aku nunggu di ruang lobi. Bagiku waktu berjalan sangat lambat. Dunia seperti berjalan pelan. Aku deg-degan. Antara cemas, senang. Tidak jelas. Aku bolak-balik antara ruang operasi dan tempat nunggu.

Setengah jam menunggu, aku mendekati ruang operasi lagi. Tak lama keluar perawat mendorong tempat tidur bayi. Perasaanku mengatakan, “Itu bayiku!”

“Bapak suaminya Bu Suriyani?”

“Ya, Bu.”

“Selamat ya. Anaknya sudah lahir. Cowok. Sehat.”

Aku mendekati bayi itu. Menyentuh pipinya. Menyentuh kulitnya. Anak kami telah lahir. Aku ga bisa menuliskan perasaanku. Dalam hati aku menyambutnya. Selamat datang di belantara dunia, Bani Nawalapatra..