3/28/2007

Horeee, Bunda Beliin Kereta Bayi Buat Bani

Subak Dalem, 28/03/07

Pukul 12.15an. Bani masih terlelap di kamar utama ketika Bunda dengan tergesa datang dari liputan siang ini. Ayah sedang ngetik di ruang kerja.

“Mana Bani?” tanya Bunda dengan semangat 45.

“Masih tidur,” jawab Ayah. Matanya masih melotot ke monitor komputer. Lalu berdiri keluar ruangan.

Jreng! Jreng! Ternyata Bunda membawa kereta bayi baru. Warnanya hijau merah kuning. Masih dengan penuh semangat Ayah Bunda masuk kamar utama. Bani kayak masih bobok.

“Udah bangun kok,” kata Bunda. Eh, bener saja. Ternyata Bani udah bangun bobok. Dia cuma masih malas-malasan tidur seperti biasanya.

Bunda segera menyiapkan kereta baru itu. Ayah mengangkat Bani lalu mendudukkannya di kereta. Ah, kereta bayi itu pun dipakai Bani untuk pertama kali. Tapi, eh, kaki Bani belum nyampe lantai. Tali dudukan kereta dipanjangin biar turun terus kaki Bani bisa menginjak lantai. Tapi kaki Bani tetep gak menjejak lantai. Waduh, jangan-jangan Bani memang makhluk halus yang tak bisa menjejak bumi. He.he.

Kaki Bani malah digantung begitu saja agak ke belakang. Jadinya bukan telapak kaki tapi punggung kaki yang menyentuh lantai. Bani sih senyum-senyum pas naik kereta itu. Tapi ya senyum aja. Dia tidak berjalan seperti keinginan Ayah Bunda.

Pas dipindah ke ruangan lebih luas–kayak lorong gitu deh- antara kamar utama, kamar kerja, kamar mandi, dapur, dan ruang tamu, Bani tetep tak mau jalan. Ditarik-tarik tetep juga tak mau menjejakkan telapak kaki. Malah mukanya disenderin ke tiga bola kecil mainan di tatakan kereta.

“Gak papalah. Namanya juga belajar,” kata Bunda.

Bani dipindah ke ruangan kerja ketika Ayah ngetik tulisan ini dan Bunda makan siang. Bani agak mengangkat kepalanya sendiri. Dia melihat buku-buku di rak. tak lama. Lima menit kemudian dia nangis. Kayaknya mulai capek. Dia pun digendong lagi, ke kamar utama, lalu ditidurin.

Tak lama setelah itu Bunda berteriak, “Wah, pantatnya merah, Yah. Kayaknya sakit deh.” Bani dibawa lagi ke depan. Eh, dia malah ketawa-ketawa. Anak yang aneh.. [***]

3/22/2007

Ketikan Bani Pertama Kali

Subak Dalem, 21/03/07
Pukul 1 siang

--
V aefgxfxg ccccccccbnmyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyv MMMZWKKKKKKKKKKKCKMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMVG V VVVV V VGFFH YHMJMNJYGFRZ Yyh

HGEGF
BAUI VD;SMJSDTGhsxhjsdujjuxhjxhop
M n m

--

Inilah ketikan Bani pertama kali. Ngetiknya di Ruang Dua yang jadi tempat kerja jadi perpustakaan sekaligus tempat nonton. Lucunya sambil jegrek-jegrek mukulin keyaboard, Bani kok meliatnya ke monitor ya? Ah, ini sih Ayah saja ya terlalu GR mikir tentang kemampuan Bani. :))

3/04/2007

Oleh-oleh dari Kampuang Mbah di Lamongan

Subak Dalem, 04/03/07

Well, Bani pun sampai di Bali lagi. Ceritanya 28/02/07 lalu Bani pulang kampuang ke Lamongan. Ah, banyak banget sih kampungnya Bani. Ya maklumlah. Tiap anak kan pasti punya setidaknya dua kampung halaman. Satu kampung Ayah, satu lagi kampung Bunda. Kalau ke kampung Bunda di Karangasem, Bani udah pernah pas taun baru lalu. Meski cuma sehari, paling tidak udah pernah lah. Kan deket juga. Besok-besok kalau pengen ke sana lagi kan gampang.

Nah, kali ini pulang kampuangnya agak jauh: ke Lamongan, kampung Ayah. Ini sih bener-bener kampung yang ndeso. He.he. Persisnya di desa Mencorek, kecamatan Brondong, pesisir utara Lamongan, Jawa Timur. Sebenarnya mendadak sih ke sananya. Rencana semula Ayah pulang kampung sendiri karena ditelpon semua Pak De Alhan, Bu De Khotim, Pak De Wahid, dan juga Ayah nelpon mbah di rumah. Semuanya nyuruh Ayah pulang karena mbah Samsul sakit.

Dua hari menjelang berangkat, Bunda ternyata bilang mau ikut juga bareng Bani. Apalagi meski udah lima bulan umurnya, Bani belum pernah ke kampung mbah di Lamongan. Maka rencana pun berubah. Bani ikut pulang kampung bareng Ayah dan Bunda.

Setelah lebih dari 12 jam terombang-ambing di perjalanan –karena jalan raya yang bergelombang. He.he- Bani pun sampai di kampung kecil dekat pesisir tersebut. Begitu sampai rumah mbah, langsung saja Bani jadi rebutan.

Ajaibnya mbah Sul yang semula katanya sakit ternyata langsung sehat. Bahkan sampe bisa jalan2.

Pas di kampung, Bani lebih banyak jadi pelampiasan dendam. He.he. gimana tidak. Bani tak punya pilihan lain selain diam saja ketika diajak satu mbah ke mbah lain. Satu bu de ke bu de lain. Dan seterusnya. Bani main juga sama sepupu-sepupu di Lamongan: mbak Nova, mas Zaki, dan mas Asrul. Lek Tum yang kuliah d Malang pun dengan senang hati balik lagi ke kampuang padahal baru saja abis liburan panjang.

Sebenarnya sih Bani pengen lama. Tapi toh hanya tiga hari di sana. Alasan pertama: nyamuknya banyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak banget. Badan Bani sampe merah-merah digigit nyamuk. Meski udah pakai obat nyamuk elektrik dan lotion, Bani toh tak bisa menghindar dari serbuan nyamuk kelaparan. Alasan kedua: banyak kerjaan Ayah Bunda yang menunggu di Denpasar.

Jadilah Sabtu sore kemarin Bani dan Ayah Bunda balik dari Lamongan. Pagi ini sudah di rumah sepi di pinggiran Denpasar. Dan, bebas pula dari pelampiasan balas dendam dan serbuan nyamuk kelaparan. [+++]