1/29/2007

Bye Bye Fever, Selamat Datang Iler

Subak Dalem, 29/01/07

Pagi ini demam Bani udah ilang. Sejak kemarin sore, setelah Bani, dilapin –maksudnya dilap sebagai pengganti mandi- suhu badannya terus menurun. Dari yang awalnya sampe 38,1 derajat Celcius kemudian jadi 36,2. Bani juga gak lagi nangis melulu. Dia mulai bisa ketawa dan senyum2.

Dua hari lalu Bani imunisasi combo. Efek imunisasi ini memang demam tinggi. Bani pun demikian. Suhu tubuhnya sampe 39an.

Hampir tiap 30 menit Bani nangis. Digendong ke sana ke mari tetep aja dia nangis. Dikompres pakai air dingin sama saja. Suhu tubuh tetep tinggi. Nangis juga tiada henti.

Tapi 24 jam setelah imunisasi, suhu tubuh Bani perlahan berkurang. Bukan tangis lagi yang keluar tapi senyum yang mengembang. Cailah, developer kali. He.he. Malamnya Bani pun sudah bisa becanda lagi.

Hingga pagi ini wajah ceria Bani langsung terlihat ketika baru bangun. Namun, wait a minute!, kok ada iler di pojok bibir Bani. Iler kering itu berwarna putih dan mengganggu cerahnya wajah.

Tapi yowislah. Yang penting demam bener-bener udah ilang. Soal iler itu kan gampang.. [+++]

1/16/2007

Mencret Itu Menyerang Kembali

Subak Dalem, 16/01/07

Masalah Bani tetep saja berkutat di mencret. Setelah minggu lalu ke bidan, dan sempet berhenti sekitar seminggu, Bani ternyata mencret lagi. Karena parah lagi, Ayah pun terpaksa nelpon Bunda yang sedang kerja. Siang kemarin, sekitar pukul 12, Bani pun dibawa ke rumah sakit terdekat.

Bani dibawa ke rumah sakit Puri Bunda, tempat Bani dulu juga lahir. Sebenarnya Ayah Bunda ragu-ragu juga bawa ke situ. Soale ada teman Ayah Bunda yang bilang kalau di situ kurang bagus pelayanannya sama bayi sakit. Kalau pengalaman Bani sendiri sih pas lahir dulu layanan di sana bagus banget. Tempat mewah, harga murah, eh, terjangkau ding, dan pelayanan juga ramah.

Tapi pas bawa Bani sakit ternyata apa yang dibilang Om dan Tante temannya Ayah Bunda itu memang benar. Pelayanan di sana tidak bagus. Pas Bani baru dateng, dokter anaknya sudah tidak ada. Wajarlah. Karena jam istirahat. Bani terus dibawa ke bagian gawat darurat. Ada dokter umum di sana.

Bani disuruh telentang di tempat tidur. Terus tante dokter umum itu ngecek dada Bani pake stetoskop.

“Mencret dari kapan?” tanyanya.

“Udah beberapa hari,” jawab Bunda.

Dokter itu memperhatikan mata Bani. Dia juga meraba ubun-ubun Bani. Lalu dengan santai dia bilang, “Ini harus opname. Soalnya sudah parah. Matanya sudah terlihat cekung. Dia kena dehidrasi.”

Gedubrak! Yang bener saja dong. Masa mencret kayak gitu saja, dan Bani setidaknya tidak nangis atau menunjukkan gejala kesakitan, harus diopname.

No. No. No. Ayah Bunda dengan serempak menggeleng-gelengkan kepala. Petanda tidak mau opname dan petanda heran bukan kepalang.

“Kami cari saja dokter lain. Terima kasih,” kata Bunda. Setelah selesai bayar 50 ribu hanya untuk pegang kepala dan ubun-ubun itu, Bani pun kabur.

Sorenya Bani baru dibawa ke dokter lain di daerah Soedirman. Ini karena ada teman Ayah Bunda yang rekomendasi. Ternyata memang enak. Tidak macam-macam. Cukup ditanya bagaimana pembersihan dot-nya, bagaimana ngrebus air untuk campuran susu, bagaimana kebersihan rumah, dst. Dari situ ketahuan kalau Bani mencret kemungkinan besar karena bakteri yang masuk bersama debu.

Ah, akhirnya ketemu juga penyebabnya. Kalau sudah begini kan lega. Tinggal mencegah saja biar mencret itu tidak datang lagi. [+++]

1/07/2007

Tiba-tiba Mencret Datang Bertubi-tubi

Subak Dalem, 07/01/07

Dua hari setelah pulang dari kampung halaman di Karangasem, Bani tiba-tiba mencret. Berbagai dugaan pun muncul di kepala Bunda.

Dugaan pertama: Bani karena Bunda makan pedas pas di kampung. Waktu itu Bunda memang makan pepes ikan laut. Saking nikmatnya sampai lupa kalau perut Bani, yang semata mengandalkan sari makanan Bunda, itu masih sensitif dengan yang pedas-pedas. Jadi meski pepesnya agak pedas, sikat saja!

Dugaan kedua: lagi-lagi karena pedas. Pas balik dari kampung ke Denpasar, tentu saja lewat warung lesehan Merta Sari di Pesinggahan Klungkung. Ini warung ikan laut ternikmat sedunia. Ada pepes, sup, sate lilit. Semuanya pakai ikan tuna. Makanan itu dipadu plecing dan sambel matah. Klop sudah. Pedas kayak apa juga tidak digubris. Dasar Bunda juga kemaruk jadi ya bener2 lupa sama Bani.

Dugaan ketiga: apa ya? Lupa.

Tiga dugaan itu menghasilkan satu keadaan yang pasti: Bani mencret tiada henti.

Hari pertama mencret hanya dikit. Crit. Kayak lendir aja yang keluar. Agak ijo dan lengket di popok. Hari kedua begitu juga. Ketiga keempat. Terus saja mencret tiap hari. Dalam sehari, Bani bisa mencret lebih dari lima kali. Anehnya Bani tidak nangis sama sekali. Makanya Ayah Bunda tidak terlalu risau.

Tapi karena sampe hari ini mencret itu tak juga kelar, Ayah Bunda mulai kepikiran. Bani pun dibawa ke bidan langganan. Bani diberi obat anti-biotik. Tapi bidan juga tidak bisa memastikan kenapa Bani mencret.

Malah ada teman Ayah yang bilang kalau mencret ijo lengket kayak gitu itu pertanda Bani mau pinter. Ah, dasar mereka aja yang gak tau kalau Bani memang udah pinter. He.he. [+++]

1/01/2007

Tahun Baru di Kampung Halaman Pekarangan

Subak Dalem, 01/01/07

Akhirnya tahun baru pun tiba. Bani sudah tiga bulan lebih. Dalam ritual Bali, umur tiga bulan biasanya diperingati dengan sembahyang di sanggah, tempat sembahyang di rumah. Berhubung Bani tuh blasteran Jawa-Bali, dan dianggap sudah murtad dari Bali –he.he.- jadi ya gak ada ritual gitu-gitu. But, tetap saja umur tiga bulan tetap jadi sesuatu yang berbeda. Ah, ini sih soal feeling saja.

Sudah tiga bulan, Bani belum pernah jalan keluar kota. Padahal Ayah Bunda pengen dia jadi pengembara. –kayak Brama Kumbara di Saur Sepuh-. Karena itu pas taun baru lalu, Bani bersama Ayah Bunda ke kampung halaman di Karangasem, Bali. Persisnya di desa Pekarangan, Kecamatan Manggis. Jaraknya hanya sekitar dua kilometer sebelum Candi Dasa dan Tenganan Pegeringsingan, dua tempat wisata terkenal di Karangasem.

Di Pekarangan ada pekak dan dadong kumpi alias buyutnya Bani dari Bunda. Desa ini dekat dengan pantai tapi dikelilingi sawah dan bukit. Kalo gak salah, bukit di depan rumah dadong dan pekak malah milik mereka. Meski deket tempat wisata, Pekarangan termasuk sepi. Dan, sepi inilah yang membawa Bani ke sana. Bani, Ayah, dan Bunda hendak lari dari ingar bingar perayaan taun baru.

Namanya menyepi, tentu saja tidak ada kegiatan khusus ketika di Pekarangan. Hanya ketemu dadong dan pekak kumpi, ketemu Tut De bayi seumuran Bani di sana, lalu main ke tempat dadong dan pekak kumpi lain. Selebihnya... tidur.

31/01/07, pukul 18.00an Bani sampe di Pekarangan. Cuma basa basi bentar. Masuk kamar. Lalu bobok sampe pagi.

01/01/07, pukul 12an Bani kembali ke Denpasar. Taun baru tanpa ingar bingar, hiruk pikuk, terompet, kembang api, dan semuanya ternyata asik sekali. [+++]